Bali dan Semua Perasaan Itu

Bermain pasir bersama si kakak dan si adik
Bali adalah salah satu destinasi liburan yang menyenangkan untuk saya, semua fasilitas sudah lengkap dan terbilang cukup ramah untuk anak-anak. Dulu ada masanya setiap tahun paling tidak satu kali saya pergi ke Bali. Tapi beberapa tahun terakhir suami mengajak saya dan anak-anak untuk pergi ke destinasi lain. Namun kali ini saya dan suami tidak punya cukup alasan untuk tidak pergi ke Bali. Kami harus ke sana untuk menghadiri pernikahan salah satu anggota keluarga besar suami yang diadakan di sebuah hotel di Nusa Dua. 

Sebuah kebetulan atau bukan yang jelas hotel itu adalah tempat di mana saya dan suami berjanji untuk tetap tabah dan memulai hidup kami lagi tanpa anak pertama kami. Bali ternyata banyak menyimpan kenangan kisah kami saat masih pacaran, honeymoon, babymoon dan perpisahan dengan anak pertama kami. Ya, Bali adalah tempat yang sangat spesial, banyak kenangan indah sekaligus juga kenangan yang membuat sedih dan haru untuk saya dan keluarga; semuanya berbaur di sana. Mungkin saya dan suami kerap kali mencari alasan untuk tidak pergi ke Bali untuk menghindar dari kemungkinan kembali merasakan semua perasaan yang campur aduk itu. Mungkin...

Keputusan sudah bulat dan rencananya bukan hanya saya, suami dan anak-anak yang akan pergi melainkan beramai-ramai dengan ibu mertua, ipar-ipar dan keponakan-keponakan. Ini akan menjadi liburan yang menyenangkan bersama-sama. Ternyata tepat beberapa saat sebelum keberangkatan, suami mendapat kabar kalau ibu mertua tiba-tiba sakit dan segera dilarikan ke rumah sakit. Kaget dan sedikit panik, itu perasaan yang saya rasakan saat itu...entah bagaimana dengan suami yang tetap terlihat tenang.

Hal yang terbayang untuk dilakukan adalah segera membatalkan semua tiket dan penginapan lalu pergi ke rumah sakit. Anak saya dan sepupunya sudah harap-harap cemas sangat ingin pergi ke Bali tapi berada dalam situasi yang penuh dilema. Tapi suami lalu berkata bahwa kami akan tetap berangkat bersama salah satu kakak ipar dan anaknya. Pertimbangannya adalah karena acara pernikahan ini cukup penting dan perlu untuk tetap dihadiri, ibu mertua akan dijaga oleh kakak-kakaknya yang lain. Semua pun sepakat dengan ide ini, jadi tidak semua tiket dibatalkan dan kami pun tetap berangkat ke Bali. 

Seperti tiada habisnya kisah kami dengan Bali, nampaknya memang sudah waktunya kami kembali ke Bali walaupun dengan situasi yang ada. Seringkali segala sesuatu bisa berubah dari apa yang sudah direncanakan, tapi the show must go on. Sang waktu pun akhirnya membawa kami kembali ke tempat di mana saya dan suami mengucapkan perpisahan untuk terakhir kalinya dengan anak pertama kami. Tidak seperti dugaan saya, ternyata semua perasaan sedih yang pernah ada sudah tidak terasa lagi. Perasaan itu telah berganti dengan kebahagiaan karena kami dapat kembali lagi ke sana bersama dua adiknya.

Sungguh tidak ada yang perasaan lebih bahagia yang saya dan suami rasakan saat itu; bermain pasir dan memandang laut lepas bersama kedua anak kami. Kami sangat bersyukur atas kesempatan ini. Seperti hujan yang telah berganti pelangi, mungkin itulah perasaan kami. Kami di sana untuk mengenang kisah-kisah yang telah menjadi indah pada waktunya dan membuat kisah-kisah baru selanjutnya. Terima kasih Bali...sampai disuatu saat nanti...dikisah selanjutnya.

0 comments