|
Bar Vitelli yang legendaris |
Kisah The Godfather dari novel karya Mario Puzo yang sangat identik dengan kisah mafia namun sarat dengan nilai-nilai kekeluargaan itu membuat saya penasaran dengan Sisilia. Daerah ini bahkan disebut-sebut oleh Goethe (seorang novelis, sastrawan, humanis, ilmuwan, dan filsuf Jerman) sebagai intisari Italia. “Melihat Italia tanpa melihat Sisilia, sama saja tidak melihat Italia sama sekali. Sebab, Sisilia adalah petunjuk bagi segalanya,” kata Goethe tentang kepulauan terbesar di Laut Mediterania itu.
|
Mount Etna dan Catania |
Saya sungguh menikmati pengalaman memandangi hamparan padang rumput yang luas dihiasi batu-batu besar selama perjalanan mengunjungi kota-kota di Sisilia. Terutama karena beberapa di antaranya memiliki kisah lain selain yang berhubungan dengan kisah The Godfather. Perjumpaan dengan penduduk lokal yang ramah dan jauh dari kesan mafia, menyaksikan sisa-sisa kejayaan Romawi di masa lampau yang bersanding dengan peninggalan bangsa lain yang juga pernah berjaya di sana, cuaca yang bersahabat, serta menikmati makanan khas lokal yang lezat. Sisilia memang layak menjadi penutup bab perjalanan menjelajahi Italia dengan sempurna.
|
Teatro Massimo Vittorio Emanuele |
Pagi pertama di Sisilia saya awali dengan bergegas menuju Teatro Massimo Vittorio Emanuele, sebuah teater dan gedung opera terbesar di Italia yang dibangun selama 20 tahun sejak tahun 1897 sebagai persembahan untuk Raja Victor Emanuel II. Salah satu adegan memilukan dari film The Godfather (1972) berlokasi di sini, yaitu saat Michael Corleone kehilangan anak perempuannya tepat di tangga depan teater itu. Cukup lama saya berdiri di depan teater dan suasana mendadak menjadi ramai. Ternyata hari itu bertepatan dengan aksi unjuk rasa mahasiswa yang berasal dari kota-kota kecil di sekitar Palermo yang menuntut perubahan aturan tunjangan dan fasilitas dari pemerintah. Kabarnya, sekitar 5.000 orang memadati kota hari itu, jalanan utama kota terblokir, membuat kami harus memarkir kendaraan agak jauh.
|
Aksi unjuk rasa mahasiswa di Palermo |
Unjuk rasa berjalan dengan damai sehingga saya dan suami mengikuti para pengunjuk rasa berjalan kaki untuk menembus ke lokasi tempat makan siang di kafe dekat Gereja San Domenico. Seolah bisa membaca pikiran, seorang pengamen jalanan menghampiri meja kami dan memainkan lagu Speak Softly Love yang merupakan soundtrack film The Godfather yang identik dengan alunan akordeonnya. Kami pun menikmati fettucini carbonara dan pizza sambil meresapi lagu itu. Setelah makan siang, kami kembali ke tempat parkir dan meneruskan perjalanan melewati lalu lintas Palermo yang cukup menantang melebihi yang pernah saya alami di Paris. Sempat terlihat beberapa kendaraan yang saling pepet dengan kaca spion yang hampir lepas. Untungnya saya berasal dari Jakarta, jadi tidak canggung dan dapat lolos dengan baik dari situasi semacam itu.
|
Memasuki kota Corleone |
Setelah berkendara kurang lebih selama satu jam, saya sampai di Corleone. Rasanya sedikit berdebar ketika masuk ke kota yang merupakan tempat kelahiran beberapa pemimpin mafia betulan yang berpengaruh di Sisilia. Banyak mafia di New York dan New Jersey di Amerika Serikat yang juga berasal dari sini. Nama tokoh sentral, Don Corleone, dalam The Godfather pun diambil dari sini dan sering diasosiasikan dengan klan mafia yang sangat berkuasa, yaitu Corleonesi. Sebenarnya, kota ini tidak dijadikan lokasi pengambilan gambar film karena tingkat kriminalitas yang cukup tinggi. Apalagi, Corleone juga terbilang sudah cukup modern sehingga kurang sesuai dengan setting yang dibutuhkan.
|
Teatro Romano, Catania |
Hari menjelang sore dan saya melanjutkan perjalanan dengan berkendara selama 3 jam untuk beristirahat di Catania. Ketika sampai di penginapan, kami disambut dengan ramah. Petugas yang menerima kami menyadari bahwa saya sedang hamil 6 bulan dan dengan segera menawarkan upgrade kamar tanpa tambahan biaya. Pelayanan yang sangat menyenangkan dari hotel, sehingga saya pun dapat beristirahat dengan nyaman setelah perjalanan dengan mobil yang cukup panjang.
0 comments