|
Jalur menuju Lykavittos Hill |
Setelah petualangan jelajah 3 pulau di Aegean Sea, saya bersama suami dan si kakak pun menyempatkan diri menelusuri sudut-sudut Athens. Kepala saya dipenuhi romantisme dan mitos-mitos tentang dewa-dewi yang mengisi masa kecil saya selain kisah-kisah pewayangan. Kami pun sempat naik ke Lykavittos Hill untuk memandang Athens dari ketinggian sebelum meneruskan perjalanan ke Thessaloniki. Rute perjalanan sengaja dipilih yang tercepat yaitu tol yang melewati pinggir laut. Memang banyak saran untuk melewati rute lain dan salah satunya mampir ke Meteora. Namun harus disimpan untuk perjalan berikutnya karena hati saya sebenarnya masih tertinggal di Balkan dan ingin cepat-cepat kembali ke sana.
|
Suasana makan malam di Matahari Restaurant, Thessaloniki |
Sampai di Thessaloniki rasanya keinginan untuk makan nasi sudah tidak terbendung. Si kakak pun sudah beberapa hari bilang kangen makan nasi. Akhirnya dengan modal Google saya iseng mencari restoran Indonesia yang ternyata hanya satu-satunya di Greece dan kebetulan terletak di Thessaloniki. Segera kami mampir ke Matahari Restaurant dan menikmati makan malam ala Indonesia sambil ditemani pemiliknya yang ramah. Setelah makan malam, kami menginap kembali di Hotel Anatolia. Esoknya kami keliling Thessaloniki dengan menggunakan bus. Udara terasa lebih dingin saat kami menjelajah Thessaloniki. Saat perlu berjalan kaki, si kakak duduk di dalam stroller yang tertutup dan diberi selimut tambahan agar lebih hangat.
|
Discount stores di perbatasan Greece - Bulgaria |
Kami melanjutkan perjalanan kembali ke Sofia, Bulgaria esok harinya dengan menggunakan bus. Kali ini kami melewati perbatasan Greece - Bulgaria dan di perbatasan terdapat sebuah discount stores. Sebenarnya saya ingin mengintip sebentar namun waktu berhenti di perbatasan tidak terlalu jadi saya hanya melihat dari dalam bus. Kebetulan juga memang tidak banyak penumpang yang turun dari bus. Saat memasuki wilayah Bulgaria, udara terasa makin dingin dan salju pun terlihat lebih jelas menghiasi pemandangan selama di perjalanan. Ini dia yang saya tunggu-tunggu, sudah lama saya tidak mengalami musim dingin bersalju seperti ini. Sampai di Sofia saya dan keluarga kembali menginap di Hotel Favorit yang dekat dengan Central Bus Station dan tidak jauh dari pusat kota.
|
Berjalan melewati salju di Sofia |
Setelah istirahat, suami mengajak saya dan si kakak untuk jalan kaki ke pusat kota. Kebetulan jarak hotel ke pusat kota hanya sekitar 1,2 km. Kami pun membawa stroller karena melihat salju di jalanan sekitar hotel tidak tebal. Tapi ternyata semakin dekat ke pusat kota salju makin tebal. Saya dan suami tertawa tebahak-bahak mengingat karena kami sempat sok tahu. Beberapa saat setelah tiba di Sofia ketika masih dalam bus saya dan suami melihat seorang bapak menarik anaknya di atas sledge dan kami berkomentar "baik banget bapaknya nyeneng-nyenengin anaknya narik sledge...kan berat banget...bukannya bawa stroller aja ya..."
|
Bermain salju di tengah Kota Sofia |
Nah, ternyata si bapak itu yang benar, memang ketika tidak ada salju menarik sledge itu berat, tapi ketika salju tebal stroller menjadi tidak berguna karena rodanya akan tergelincir. Jadilah si kakak jalan kaki atau di gendong saat kami pergi ke pusat kota. Setelah melihat-lihat pusat kota kami kembali ke hotel dengan menggunakan taksi karena cuaca semakin dingin. Dipenghujung hari, KFC menjadi penyelamat kami dari rasa lapar karena kami tiba kembali di hotel sudah terlalu malam dan dapur restoran sudah tutup.
|
Pemandangan saat bangun di pagi hari |
Esok harinya ketika bangun, Sofia masih diselimuti salju tebal dan udara masih sangat dingin. Tapi kondisi ini tidak menyurutkan niat saya untuk pergi ke Plovdiv. Si kakak pun terlihat ceria dan senang melihat salju masih tebal, karena itu berarti ia masih punya banyak kesempatan untuk bermain salju. Setelah sarapan dan bersiap-siap kami pun segera menuju ke Central Bus Station untuk membeli tiket bus Sofia-Plovdiv. Ternyata informasi yang saya dapatkan melalui
matpu.com cukup valid walaupun diterjemahkan seadanya dengan google translate. Perjalanan Sofia - Plovdiv memakan waktu sekitar 2 jam.
|
Si kakak yang merasa kepanasan di -19°C |
Saat sampai kami sempat mencari minuman hangat terlebih dahulu di sebuah kedai sekaligus membaringkan si kakak dijejeran bangku-bangku karena ia masih tertidur. Setelah ia bangun kami segera jalan kaki mengikuti arah pada lembaran peta yang sempat saya ambil dari hotel. Tadinya saya sempat membayangkan kalau kami akan langsung tiba di kota kuno, tapi ternyata bus berhenti di luar pusat kota. Jaraknya tidak terlalu jauh, namun udara dingin membuat saya yang sedang hamil lebih cepat lagi merasa lapar.
|
Selfie karena yang lain sibuk memberi makan burung-burung |
Tak lama kami sampai di Old Town Plovdiv yang merupakan salah satu kota tertua di Eropa yang sudah ada jauh sebelum Rome dan Athens. Plovdiv adalah kota tua yang masih terjaga bukan hanya secara fisik tapi juga secara sosial. Di kota ini selama ratusan tahun penduduk kota yang berasal dari berbagai suku bangsa dan agama hidup dengan damai bersama-sama. Hal ini yang sepertinya membuat Plovdiv terpilih menjadi European Capitals of Culture tahun 2019. Setelah berkeliling Old Town Plovdiv dan sampai di Nebet Tepe yang sempat membuat saya jatuh, tak terasa hari semakin larut dan tiba waktunya untuk kembali ke Sofia.
|
Nebet Tepe tempat saya terjatuh |
Kami segera mencari taksi untuk ke Bus Station Plovdiv dan mencari tiket bus kembali ke Sofia. Ternyata hampir saja kami terlewat jadwal bus terakhir Plovdiv - Sofia. Tidak sampai 30 menit setelah membeli tiket, bus pun segera berangkat menuju Sofia. Cuaca dingin dan salju masih sangat tebal, untungnya di dalam bus sangat hangat. Saat kami tiba kembali di Sofia sudah tengah malam, tadinya saya sempat berpikir menunggu taksi untuk kembali ke hotel. Namun suami punya perhitungan lain, akan terlalu lama kalau menunggu dalam ketidakpastian dan udara bisa saja menjadi lebih dingin dari -21°C.
|
Permainan menjatuhkan es sambil mencari taksi |
Akhirnya kami memutuskan untuk berjalan kaki ke hotel yang untungnya hanya berjarak 300 meter dari Central Bus Station. Si kakak sudah tertidur dari saat masih dalam bus, badannya hangat dalam balutan jaket dan pelukan bapaknya. Ia pun tetap nyenyak dalam gendongan bapaknya selama perjalanan menuju hotel. Sementara saya dan suami juga tetap hangat dengan sedikit berolahraga jalan kaki walaupun sempat beberapa kali melewati tumpukan-tumpukan salju setinggi betis orang dewasa. Hal yang menyenangkan saat musim dingin bersalju adalah walaupun dingin tapi rasanya tidak sebeku ketika musim dingin yang tidak bersalju.
|
Suasana Central Bus Station Sofia ssat tengah malam |
Tiba di hotel kami pun segera beristirahat setelah hari yang panjang berjalan-jalan di cuaca bersalju. Esok paginya setelah sarapan, taksi yang akan mengantar kami ke bandara pun telah siap. Inilah saatnya untuk mengucapkan "sampai berjumpa lagi" kepada Balkan yang membuat saya jatuh hati. Memang panjang rute menuju balkan, namun yang pasti saya tidak menyesal karena telah mendapatkan banyak pengalaman baru bersama suami, si kakak dan si adik dalam kandungan.
|
Cuaca cerah mengiringi perpisahan kami dengan Balkan |
Benar-benar petualangan yang seru...bertemu orang-orang baru, suasana yang berbeda, makanan enak dan budaya yang menarik. Salah satu yang meresap di sanubari...beberapa kali selama berada di Balkan terdengar suara adzan dari masjid-masjid lokal yang dikumandangkan dengan indah dan meneduhkan hati. Walaupun Islam adalah agama minoritas namun kebebasan pemeluknya sangat dihormati tidak berbeda dengan pemeluk agama-agama lain. Masjid berdiri di pusat kota sejajar dan bersebelahan dengan gereja (Katholik atau Orthodoks) dan sinagoga (Yahudi). Semua perbedaan itu adalah bagian penting dari sejarah dan masa depan masyarakatnya. Perbedaan adalah sebuah keindahan jika dipandang dari kacamata yang positif. Sampai bertemu lagi Balkan yang cantik.
>>>berawal dari
Rute Panjang Menuju Balkan (Bagian I)
0 comments