Ngawi: Upacara Kebo Ketan dan Indonesia Raya

Sang Kebo Ketan yang sedang dipersiapkan (Foto: Kris Bomboh)
Satu bulan sebelum si adik lahir suami mengenalkan saya dan si kakak dengan Mas Bram, Mbak Sari, Mas Zen dan Mas Eggy ketika sedang mampir ke Jakarta. Perkenalan kami cukup singkat namun berkesan dan hari terakhir ternyata teman-teman dari Kraton Ngiyom ini meninggalkan surat cinta, bunga dan kenang-kenangan untuk keluarga saya. Hari itu bertepatan dengan hari tayangnya artikel saya di sebuah majalah travel dan si kakak yang pentas bersama sekolahnya. Semua menjadi pengingat tentang hal-hal sederhana yang perlu lebih banyak saya syukuri untuk selanjutnya.  Melakukan hal yang menjadi passionquality time bersama keluarga, dan berbagi hal positif dengan orang lain adalah beberapa diantaranya.


Si kakak dan bapaknya sempat nyemplung sebentar di Sendang Margo (Foto: Sugi BJ)
Setelah si adik lahir, sesuai janji saya pun turut serta untuk hadir dalam Upacara Kebo Ketan; sebuah seni kejadian berdampak dengan narasi berkelanjutan untuk konservasi lingkungan hidup (sejak 2014, lihat disini) yang diprakarsai oleh teman-teman dari Kraton Ngiyom. Beruntung saya bisa hadir di acara Kebo Ketan yang diadakan dalam rangka perayaan Maulud Nabi Muhammad SAW bersama suami, anak-anak dan sebagian dari keluarga besar dari Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya. Si kakak bisa asyik bermain, mulai dari main air di Sendang Margo, mendengarkan konser musik sampai menyaksikan puncak acara Upacara Kebo Ketan. Kami semua pun kebagian menikmati bancakan berbungkus daun pisang dan ketan hitam yang dibagikan kepada tamu yang hadir hari itu. Mungkin si kakak dan adiknya belum mengerti esensi dari acara seni kejadian berdampak ini. Tapi anak-anak adalah manusia yang paling jujur dalam menunjukkan ekspresi kegembiraan dan perasaan nyaman atau sebaliknya terutama saat berada bersama orang asing di tempat asing. 

Rumah abu-abu versi si kakak, tempat istirahat keluarga besar Bhawata Security (Foto: Kris Bomboh)
Mereka berdua merasa nyaman saat berada di sana, tidak cengeng itu indikatornya. Suasana damai seperti inilah yang patut dikenalkan oleh orang dewasa untuk diteruskan anak-anak dan generasi selanjutnya. Saat itu ribuan orang bersama-sama hadir di Sekaralas, Ngawi dan yang pasti tidak semuanya saling mengenal. Namun energi positif yang luar biasa membuat suasana hari itu terasa damai. Saat acara berlangsung alam pun turut mendukung, matahari bersinar terang namun angin berhembus sejuk sehingga membuat si adik pun tetap nyaman walaupun berada dalam stroller. Si adik pun sempat makan siang di antara banyak orang yang duduk bersama-sama di bawah tenda. Suasana hari itu seperti piknik untuk keluarga, walaupun ramai tapi membuat betah untuk berlama-lama. Begitu banyak orang dari dalam dan luar negeri dengan beraneka ragam latar belakang berkumpul bersama untuk mengikuti Upacara Kebo Ketan. 

Si kakak main balon sambil mendengarkan konser musik (Foto: Sugi BJ)
Diawali dengan arak-arakan dari Sendang Margo, setelah Sang Kebo Ketan sampai di Lapangan Desa Sekarputih acara pun berlanjut dengan sambutan dan menyanyikan Lagu Indonesia Raya bersama-sama. Sesaat Lagu Indonesia Raya mulai dikumandangkan, saya jadi teringat beberapa tahun lalu ketika saya pernah menyaksikan lagu Indonesia Raya dinyanyikan 3 stanza (bait) lengkap melalui youtube. Syair lagu yang berpadu dengan video klip hitam putih membuat saya hanyut dalam romantisme Indonesia pada masa perjuangan di masa lampau. Banyak pesan yang ingin disampaikan para pendiri negeri ini untuk generasi penerus bangsa. Lalu sempat terbesit tanya tentang mengapa selama ini kita selalu menyanyikan sepertiga bagian lagu saja, 1 stanza dari 3 stanza. Saya yakin bukan hanya saya yang baru sadar kalau lagu Indonesia Raya ternyata terdiri dari 3 stanza. Tapi kemudian saya melupakan pertanyaan itu dan waktu pun berlalu.

Penampilan Iwan Fals yang menambah semarak acara (Foto: Sugi BJ)
Sampai kemudian saya berada di Upacara Kebo Ketan ini dan mendengar kembali lagu Indonesia Raya dinyanyikan 3 stanza, bedanya kali ini dinyanyikan langsung. Sungguh menggetarkan jiwa menyaksikan lagu itu berkumandang diantara ribuan orang yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Warga internasional pun turut datang mendukung acara ini baik sebagai penampil ataupun tamu. Kebetulan hari itu kami semua memakai dress code berwarna-warni baju bernuansa budaya yang tidak hanya satu warna. Bhinneka terasa nyata buat saya saat itu, bukan sekedar hipokrisi. Andai saja lagu kebangsaan yang sejatinya adalah pernyataan perasaan nasional selalu dinyanyikan 3 stanza lengkap seperti pada acara ini, apakah kisah negeri ini akan berbeda? 

Reog yang turut mengiringi Sang Kebo Ketan (Foto: Kihan AF)
Saya jadi teringat cerita teman yang berasal dari Cina, kalau di negaranya banyak lagu yang sekiranya melemahkan jiwa...DILARANG...Mungkin tidak perlu terlalu jauh mengkaji, sederhananya saat mendengarkan sebuah lagu tak jarang perasaan kita turut terbawa sesuai pesan dan emosi di lagu tersebut. Saat mendengarkan Lagu Indonesia Raya yang utuh saya merasa bahwa ternyata banyak pesan dari para pendiri bangsa ini yang masih perlu diwujudkan oleh generasi penerus. Ini semacam penyemangat agar kita lebih banyak berbuat untuk Indonesia, yang pada ujungnya ya untuk diri kita sendiri sebagai Orang Indonesia.

Sang Kebo Ketan yang dinanti (Foto: Kihan AF)
Setiap syair lagu Lagu Indonesia Raya memiliki makna yang mendalam. Indonesia tidak pernah tentang satu golongan saja. Indonesia adalah tentang semua dan untuk semua rakyatnya. Lagu Indonesia Raya berisi harapan dari para pendiri bangsa, dan rasanya juga harapan saya serta semua yang merasa sebagai orang Indonesia. Sangat layak jika lagu Indonesia Raya dinyanyikan secara utuh 3 stanza sebagai pengingat bagi kita semua untuk tetap bersatu dan menjaga negeri ini agar benar menjadi raya (besar).  Saat ini seperti sedang diuji ke-Indonesia-an kita; seolah kita sedang dibuat lupa akan sejarah negeri ini, lupa akan akar dan budaya kita yang sejak dulu memang beraneka ragam. Padahal para pendiri bangsa sudah memberi contoh, dengan keragaman dan perbedaan yang ada mereka memilih bersatu untuk merdeka dan menjadi Indonesia Raya. 


Akhirnya hari itu saya baru bisa meresapi kata-kata ayah saya ketika sempat berdiskusi dengan beliau saat masih aktif di kegiatannya beberapa waktu yang lalu. Saat itu kami berdiskusi tentang apa yang perlu dilakukan untuk Indonesia, beliau cuma menjawab "ya kamu lihat aja dari lagu Indonesia Raya, kan sudah jelas." Memang tidak mudah, tapi perlu dimulai dan itulah yang dilakukan oleh teman-teman dari Kraton Ngiyom ini. Hari itu saya bersama suami, anak-anak dan sebagian keluarga besar kami dari Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya hadir di Sekaralas, Ngawi untuk belajar.

Sang Kebo Ketan yang telah disembelih
Kami semua belajar lagi untuk mencintai negeri ini.  Kami belajar dari teman-teman Kraton Ngiyom bersama semua yang telah berusaha keras merevitalisasi 'seni upacara' warisan nenek moyang agar berdampak positif bagi manusia dan alam. Inilah salah satu contoh perwujudan dari syair Indonesia Raya tentang bagaimana kita menjaga tanah air ini. Mereka semua yang terlibat dalam acara sungguh luar biasa, termasuk penampil yang ada di dalam Upacara Kebo Ketan yang tampil sukarela tanpa ikatan kontrak apapun dan semua tamu yang telah hadir dengan ikhlas.

Nimbrung di tenda penampil supaya adik bisa makan siang (Foto: Sugi BJ)
Semoga yang telah dirintis bisa terus berlajut dan bisa menjadi inspirasi sehingga makin banyak orang kembali peduli pada negeri ini melalui perbuatan nyata yang bermanfaat bagi sesama dan lingkungan, saling mendukung melalui bidangnya masing-masing. Terima kasih teman-teman Kraton Ngiyom sudah membuat saya, suami, anak-anak dan sebagian keluarga besar kami dari Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya mengalami pengalaman yang menggugah nurani melalui seni kejadian berdampak yang indah, berkumpul dalam damai bersama ribuan orang yang beraneka ragam. Semoga di suatu hari yang indah nanti kita bisa menjadi Indonesia Raya yang benar-benar utuh, bukan hanya sepertiga. 


Indonesia Raya

Stanza I

Indonesia tanah airku,
Tanah tumpah darahku,
Di sanalah aku berdiri,
Jadi pandu ibuku.

Indonesia kebangsaanku,
Bangsa dan tanah airku,
Marilah kita berseru,
Indonesia bersatu.

Hiduplah tanahku,
Hiduplah neg'riku,
Bangsaku, Rakyatku, semuanya,
Bangunlah jiwanya,
Bangunlah badannya,
Untuk Indonesia Raya.

Stanza II

Indonesia, tanah yang mulia,
Tanah kita yang kaya,
Di sanalah aku berdiri,
Untuk s’lama-lamanya.

Indonesia, tanah pusaka,
P’saka kita semuanya,
Marilah kita mendoa,
Indonesia bahagia.

Suburlah tanahnya,
Suburlah jiwanya,
Bangsanya, rakyatnya, semuanya,

Sadarlah hatinya,
Sadarlah budinya,
Untuk Indonesia Raya.

Stanza III

Indonesia, tanah yang suci,
Tanah kita yang sakti,
Di sanalah aku berdiri,
N’jaga ibu sejati.

Indonesia, tanah berseri,
Tanah yang aku sayangi,
Marilah kita berjanji,
Indonesia abadi.

S’lamatlah rakyatnya,
S’lamatlah putranya,
Pulaunya, lautnya, semuanya,

Majulah Neg’rinya,
Majulah pandunya,
Untuk Indonesia Raya.

Refrein

Indonesia Raya,
Merdeka, merdeka,
Tanahku, neg'riku yang kucinta!

Indonesia Raya,
Merdeka, merdeka,
Hiduplah Indonesia Raya.

(Terima kasih Kihan AF, Sugi BJ, Kris Bomboh foto-fotonya saya pinjam untuk di edit dan dimasukkan dalam tulisan ini; foto-foto lainnya dapat dilihat disini, video lainnya bisa dilihat disini)


Foto bersama Mas Bram & Mas Zen sebelum pamit (Foto: Sugi BJ)


0 comments